Dari COVID hingga Kanker: Tes Rumahan Baru Mendeteksi Penyakit dengan Akurasi yang Menakjubkan

Sakit tenggorokan dan hidung tersumbat? Kehadiran tes rumahan yang cepat memudahkan untuk mengetahui apakah Anda menderita penyakit serius seperti COVID-19 atau sekadar alergi musim semi. Namun, terlepas dari kecepatan dan kenyamanannya, tes ini kurang sensitif dibandingkan tes yang digunakan di klinik. Artinya, hasilnya bisa saja negatif meskipun orang tersebut terinfeksi.

Solusinya bisa berupa teknologi biosensing baru dan berbiaya rendah yang dapat membuat tes cepat di rumah 100 kali lebih sensitif terhadap virus seperti COVID-19. Teknologi ini juga dapat memperluas kemampuan skrining cepat untuk kondisi berbahaya lainnya seperti kanker prostat dan sepsis.

Para ilmuwan di Universitas California, Berkeley, telah mengembangkan tes yang menggabungkan proses penguapan alami yang disebut "efek cincin kopi" dengan plasmonik dan kecerdasan buatan untuk mendeteksi biomarker penyakit secara akurat hanya dalam hitungan menit.

"Teknik sederhana namun ampuh ini memberikan hasil yang sangat akurat dalam waktu yang jauh lebih singkat dibandingkan metode diagnostik tradisional," ujar Kamyar Behrouzi, kandidat PhD baru dalam bidang sistem mikroelektromekanis dan nanorekayasa di UC Berkeley.
"Penelitian kami membuka jalan bagi solusi diagnostik yang lebih mudah diakses dan terjangkau, terutama untuk wilayah dengan keterbatasan sumber daya."

Deskripsi mengenai teknologi ini dipublikasikan dalam jurnal Nature Communications.

Efek Cincin Kopi dan Nanopartikel

Jika Anda perhatikan noda kopi atau anggur dengan saksama, Anda akan melihat warnanya lebih gelap di bagian tepi daripada di bagian tengah. Hal ini disebabkan oleh fenomena fisik yang dikenal sebagai efek cincin kopi: ketika setetes cairan menguap, ia menciptakan arus yang mendorong partikel-partikel tersuspensi ke tepi. Jika partikel-partikel tersebut berpigmen, seperti pada kopi atau anggur, cincin yang lebih gelap akan terbentuk di sekitar tepi noda.

Pada tahun 2020, Behrouz mengembangkan biosensor untuk mendeteksi COVID-19 dan menemukan bahwa tetesan larutan eksperimennya meninggalkan bekas berbentuk cincin setelah mengering. Ia menyadari bahwa efek cincin kopi dapat digunakan untuk mengonsentrasikan partikel virus COVID-19, sehingga lebih mudah dideteksi.

"Kami menyadari bahwa kami dapat menggunakan efek ini untuk menciptakan sesuatu yang jauh lebih baik daripada yang kami rencanakan semula," kata Behrouz.

Bagaimana cara kerjanya?

Teknologi uji cepat menggunakan partikel kecil yang disebut nanopartikel plasmonik yang berinteraksi dengan cahaya dengan cara khusus.

1. Pengguna mengoleskan setetes cairan yang mengandung protein yang terkait dengan penyakit (misalnya dari usapan mulut atau hidung) ke membran.
2. Saat kering, tetesan tersebut memusatkan biomarker penyakit di area lingkaran kopi.
3. Pengguna kemudian menambahkan tetes kedua yang berisi nanopartikel plasmonik yang “menempel” pada biomarker penyakit.

Jika terdapat biomarker, nanopartikel membentuk pola spesifik yang mengubah cara cahaya berinteraksi dengan membran. Perubahan ini dapat dilihat dengan mata telanjang atau melalui aplikasi ponsel pintar bertenaga AI.

Teknologi ini memberikan hasil dalam waktu kurang dari 12 menit dan 100 kali lebih sensitif terhadap COVID-19 daripada tes serupa di rumah.

Aplikasi untuk penyakit lain

"Salah satu protein kunci yang dapat kami deteksi dengan teknik ini adalah biomarker sepsis, respons inflamasi berbahaya terhadap infeksi bakteri yang dapat berkembang sangat cepat, terutama pada orang di atas 50 tahun," kata penulis senior studi, Liwei Lin, profesor teknik mesin di UC Berkeley.
"Setiap jam sangat berharga, tetapi kultur bakteri untuk mengidentifikasi sumber infeksi bisa memakan waktu berhari-hari. Teknik kami memungkinkan dokter mendeteksi sepsis dalam 10 hingga 15 menit."

Para ilmuwan telah menciptakan prototipe tes rumahan yang mirip dengan tes cepat COVID-19, dengan komponen cetak 3D yang membantu memposisikan sampel dengan benar dan menerapkan tetesan plasmonik.

"Selama pandemi COVID-19, kami mengandalkan tes di rumah untuk mengetahui apakah kami terinfeksi. Saya berharap teknologi kami akan mempermudah akses untuk mendapatkan skrining rutin untuk kondisi seperti kanker prostat tanpa harus keluar rumah," ujar Lin.