Lapisan nanopartikel meningkatkan penghantaran obat antikanker dan mengurangi efek samping

Sebuah penelitian terkini dari Universitas Mississippi menunjukkan bahwa "sesendok gula" sebenarnya dapat membantu obat bekerja lebih efektif sekaligus mengurangi efek samping berbahaya dari perawatan kanker.

Alih-alih sesendok gula, para peneliti menggunakan glikopolimer — polimer yang terbuat dari gula alami seperti glukosa — untuk melapisi nanopartikel yang menyalurkan obat kanker langsung ke tumor. Mereka menemukan bahwa glikopolimer mencegah protein menempel pada nanopartikel, sehingga mengurangi respons imun tubuh terhadap pengobatan.

Hasilnya, tubuh merespons terapi dengan lebih baik.

"Masalah utamanya adalah obat kanker sangat beracun," kata Thomas Werfel, seorang profesor madya teknik biomedis.

"Jendela terapi obat-obatan ini sangat sempit: dosis yang membuatnya efektif hampir sama dengan dosis yang membuatnya menjadi racun. Dan setelah dosisnya cukup untuk membunuh tumor, obat tersebut juga menyebabkan toksisitas dan berbagai efek samping yang ingin kami hindari.

Mengapa hal ini terjadi? Karena hanya sebagian kecil obat yang mencapai tumor — dalam kebanyakan kasus, kurang dari 1%; lebih dari 99% masuk ke bagian tubuh lainnya."

Thomas Werfel, Associate Professor Teknik Biomedis, Universitas Mississippi

Kebocoran obat-obatan beracun ke bagian tubuh lain dapat menyebabkan kondisi serius seperti leukemia, reaksi alergi, dan bahkan perkembangan kanker baru. Namun, jika lebih banyak obat yang mencapai tumor, efek sampingnya dapat dikurangi.

Keuntungan dari glikopolimer

Werfel dan Kenneth Hulugalla, seorang mahasiswa pascasarjana teknik biomedis dari Kandy, Sri Lanka, menerbitkan temuan mereka di jurnal ACS Nano pada bulan Oktober.

Nanopartikel — partikel yang lebarnya kurang dari seperseribu rambut manusia — telah terbukti efektif dalam mengobati kanker dengan memberikan obat langsung ke tumor. Namun, protein, termasuk yang memicu respons imun, cenderung menggumpal di sekitar nanopartikel, menyebabkan tubuh melabeli pengobatan tersebut sebagai sesuatu yang asing.

Resistansi imun ini mengurangi efektivitas obat.

"Selama 30 tahun terakhir, polietilen glikol (PEG) telah menjadi standar emas untuk melindungi partikel-partikel ini dari respons imun," kata Hulugalla.

Namun, pelapis berbahan dasar PEG kehilangan efektivitasnya setelah penggunaan pertama: sistem imun dengan cepat mulai mengenali obat tersebut sebagai zat asing, yang mencegahnya memasuki tumor.

Glikopolimer, sebaliknya, tidak memiliki kelemahan ini.

"Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa nanopartikel berlapis glikopolimer secara signifikan mengurangi respons imun yang tidak diinginkan sekaligus meningkatkan penghantaran obat secara drastis pada model sel dan hewan. Penelitian ini dapat menjadi langkah penting menuju pengobatan kanker yang lebih efektif."

Studi hewan

Werfel dan Hulugalla menguji nanopartikel berlapis glikopolimer pada tikus yang mengidap kanker payudara dan menemukan bahwa lebih banyak nanopartikel yang mencapai tumor dibandingkan dengan partikel berbasis PEG. Langkah selanjutnya dalam penelitian mereka adalah memuat nanopartikel ini dengan obat-obatan dan menguji efektivitasnya terhadap kanker.

"Dalam jangka panjang, kami tidak hanya ingin mempelajari fenomena ini dari perspektif perlindungan, tetapi juga berupaya secara aktif menargetkan nanopartikel ke tumor," kata Werfel.

"Kita sudah melihat bahwa glikopolimer kurang menstimulasi sistem imun, partikelnya bertahan lebih lama di dalam tubuh dan mencapai tumor dengan lebih baik. Ini hebat.

Namun langkah selanjutnya adalah melihat bagaimana kita dapat menargetkan tumor. Penanda biologis apa yang dapat kita gunakan untuk mengumpulkan lebih banyak partikel atau obat dalam tumor? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang menjadi perhatian utama kita saat ini."

Studi ini dipublikasikan di ACS Nano.