Pengisian ulang cairan dan elektrolit sebelum beraktivitas

Hidrasi yang adekuat memastikan respons fisiologis dan performa yang optimal. Atlet yang memasuki kompetisi dalam keadaan dehidrasi berada pada posisi yang kurang menguntungkan. Misalnya, dalam sebuah penelitian oleh Armstrong dkk., atlet berlari sejauh 5.000 m (sekitar 19 menit) dan 10.000 m (sekitar 40 menit) dalam kondisi hidrasi dan dehidrasi normal. Ketika mengalami dehidrasi sekitar 2% dari berat badan (menggunakan diuretik sebelum berolahraga), kecepatan lari menurun secara signifikan (sebesar 6-7%) dalam kedua kasus. Di iklim panas, dehidrasi semakin mengganggu performa.

Untuk memastikan hidrasi yang cukup, ACSM menyarankan agar atlet mengonsumsi makanan bergizi seimbang dan cairan yang cukup dalam waktu 24 jam sebelum acara, terutama selama makan sebelum latihan, untuk merangsang hidrasi yang diperlukan sebelum latihan atau kompetisi.

Jika orang tinggal di daerah beriklim panas, asupan cairan bebas sering kali tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan cairan mereka. Hal ini dibuktikan oleh sebuah penelitian yang dilakukan terhadap pemain sepak bola Puerto Rico. Para atlet dipantau selama 2 minggu latihan. Ketika mereka diizinkan minum sebanyak yang mereka inginkan sepanjang hari (konsumsi rata-rata adalah 2,7 liter per hari), jumlah total air dalam tubuh mereka pada akhir minggu pertama adalah 1,1 liter lebih sedikit dibandingkan dengan asupan cairan wajib sebesar 4,6 liter per hari. Dengan kata lain, asupan cairan bebas tidak menggantikan kehilangan cairan dan memaksa para atlet untuk memulai latihan atau kompetisi dalam keadaan dehidrasi.

Disarankan untuk mengonsumsi sekitar 500 ml (sekitar 17 ons) cairan sekitar 2 jam sebelum berolahraga untuk memastikan hidrasi yang cukup dan memberikan waktu bagi tubuh untuk menghilangkan kelebihan air yang dikonsumsi.

Faktanya, subjek yang mengonsumsi cairan 1 jam sebelum latihan memiliki suhu inti dan detak jantung yang lebih rendah daripada saat mereka tidak mengonsumsi cairan.

Memantau warna dan volume urine merupakan cara praktis yang penting bagi individu yang aktif secara fisik untuk menilai status hidrasi mereka. Warna urine yang gelap dan volume yang relatif rendah mengindikasikan dehidrasi dan merupakan sinyal untuk mengonsumsi lebih banyak cairan sebelum berolahraga. Memantau volume urine merupakan rekomendasi umum bagi pekerja tambang yang terus-menerus terpapar suhu dan kelembapan tinggi.

Telah disarankan bahwa larutan gliserol yang diminum sebelum berolahraga dapat memberikan manfaat kardiovaskular dan pengaturan suhu tubuh saat cuaca panas. Hiperhidrasi yang disebabkan oleh konsumsi gliserol disertai dengan pertambahan berat badan yang sebanding dengan jumlah air yang tertahan (biasanya 0,5–1,0 kg). Retensi cairan terjadi karena molekul gliserol, setelah diserap dan didistribusikan ke dalam cairan tubuh (tidak termasuk humor akuos dan kompartemen serebrospinal), menyebabkan peningkatan sementara tekanan osmotik, yang menyebabkan penurunan sementara dalam pembentukan urin. Saat molekul gliserol dikeluarkan dari cairan tubuh pada jam-jam berikutnya, osmolalitas plasma menurun, pembentukan urin meningkat, dan kelebihan air dikeluarkan.

Ada sejumlah alasan mengapa tidak bijaksana untuk merekomendasikan hidrasi yang diinduksi gliserol kepada atlet.

• Atlet menanggung biaya metabolisme akibat kelebihan berat badan.
• Tidak ada bukti kuat bahwa hiperhidrasi yang diinduksi gliserol bermanfaat secara fisiologis.
• Efek samping penyerapan gliserin berkisar dari gejala ringan berupa kembung dan pusing hingga gejala yang lebih parah berupa sakit kepala, pusing, dan mual.

[ 1 ], [ 2 ], [ 3 ]